Minggu, 17 Januari 2016

Artikel Tradisi Rasulan

Rasulan Di Daerah Gunungkidul

Tias Fitri Utami
2611414014
Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
 Telp. (024) 86458337, Fax. (024) 8508001. http://www.unnes.ac.id

Kata Kunci : tradisi, rasulan, tradisional

ABSTRAK
Rasulan adalah ritual rutin tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Gunungkidul, setelah musim panen tiba sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas segala nikmat yang telah diberikan dan juga sebagai ritual untuk terhindar dari segala musibah. Tradisi rasulan diawali dengan gotong royong antar warga untuk membersihkan desa. Setelah itu, akan diadakan kirab. Kirab adalah karnaval atau arak-arakan mengelilingi desa dengan membawa tumpengan atau sajian berupa hasil panen seperti pisang, jagung, padi, ayam panggang, dan sebagainya. Kemudian, para warga melakukan doa bersama  di balai dusun untuk ketentraman dan keselamatan seluruh warga. Acara yang terakhir adalah perebutan tumpeng, kegiatan ini merupakan suatu tontonan yang menarik yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat dan wisatawan. Dan dengan metode deskriptif kualitatif, dapat diketahui bahwa tradisi rasulan ini mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Tradisi ini dijadikan sebagai cara untuk menaikan pendapatan daerah dari sektor pariwisata oleh pemerintah daerah Gunungkidul.

PENDAHULUAN
Di era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan suatu negara bisa dikatakan sudah mulai mengalami kemajuan. Mempunyai negara yang maju memang harapan semua masyarakat. Kini hampir semua negara sudah mengalami kemajuan tersebut. Mulai dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi, bahkan budaya sekalipun, semua itu disebabkan karena pengaruh dari globalisasi.
Akibat dari pengaruh globalisasi tersebut banyak dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan. Dampak positif dari pengaruh globalisasi tersebut antara lain adalah teknologi yang semakin canggih,  kemajuan alat transportasi dan ilmu pengetahuan lebih luas. Tetapi dalam sisi negatifnya, banyak budaya barat yang juga ikut masuk di negara kita. Akibat pengaruh budaya tersebut, banyak generasi muda yang lebih memilih budaya barat dari pada budaya tradisionalnya. Itu terjadi dikarenakan pola pikir mereka yang menganggap jika budaya barat itu lebih modern dan lebih populer, sehingga kesadaran mereka dalam melestarikan budaya tradisional menurun.
Itu semua menyebabkan keberadaan budaya tradisional di negara kita mulai memprihatinkan. Dahulu, budaya tradisional di negara kita tak terhitung jumlahnya karena begitu banyak ragamnya,  mulai dari tarian tradisional, bahasa tradisional, alat musik tradisional, dan masih banyak lagi.   Tetapi sekarang budaya tradisional di negara kita sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada. Jarang sekali sekarang kita temui ada anak muda yang mau untuk memperhatikan kebudayaan tradisional negaranya, itu semua karena anggapan mereka tentang kebudayaan tradisional salah. Sehingga mereka malu untuk mengakui jika kebudayaan tadisional adalah kebuadayaan mereka.
            Namun, masih ada satu budaya tradisional di daerah Gunungkidul yang sampai sekarang masih bertahan eksistensinya. Tradisi tersebut adalah rasulan. Banyak warga yang masih berantusias tinggi untuk menyambut tradisi ini, termasuk para pemuda-pemudi. Maka, dengan adanya semangat para pemuda-pemudi, tradisi ini akan dapat dilestarikan dengan  baik. Karena, kunci sukses pelestarian budaya tradisional adalah semangat para pemuda-pemudi dan dukungan para orang dewasa yang sudah melakukannya.
Rasulan
            Rasulan adalah sebuah budaya tradisional dari daerah Gunungkidul, yang biasa dilakukan setelah masa panen tiba. Kegiatan tersebut bertujuan untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Mahaesa atas rezeki yang telah diberikan dan sebagai ritual agar terhindar dari segala musibah. Kata rasulan sendiri tidak selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang erat hubungannya dengan peringatan terhadap suatu momen hidup Nabi Muhammad SAW, seperti maulid Nabi atau Isra’ Mi’raj. Namun, bagi masyarakat Gunungkidul rasulan merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada semua warga.
            Masyarakat Gunungkidul memaknai rasulan sebagai hari raya ketiga, selain Idu Fitri dan Idul Adha. Jadi, tradisi ini mirip dengan tradisi lebaran, di mana seseorang datang ke tempat kerabatnya untuk bersilaturahmi dan menikmati hidangan spesial yang disediakan oleh tuan rumah. Belum ada catatan resmi mengenai sejak kapan rasulan ini dilaksanakan. Namun, yang pasti bahwa tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan merupakan warisan dari nenek moyang masyarakat Gunungkidul. Tradisi yang diselenggarakan setahun ini biasanya berlangsung beberapa hari dengan diawali kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan di sekitar dusun seoerti memperbaiki jalan, membuat atau mengecat pagar pekarangan, dan membersihkan makam. Karena itu, tradisi rasulan ini juga biasa disebut dengan istilah merti desa atau bersih dusun.
Keistimewaan Rasulan
            Banyak nilai positif yang diperoleh dari pelaksanaan tradisi Rasulan. Khusus bagi masyarakat Gunungkidul, tradisi ini merupakan salah satu kearifan lokal yang harus dilestarikan. Selain sebagai sarana untuk memupuk semangat kekeluargaan, tradisi ini juga menjadi salah satu wadah untuk wisatawan asing. Selain menyajikan tontonan yang menarik, budaya ini menjadi salah satu sarana untuk mengetahui dan mengenal kesenian dan kebudayaan masyarakat Gunungkidul. Pada malan puncak acara rasulan, para pengunjung dapat menyaksikan beragam pertunjukan.

METODE
Model penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang mendeskripsikan data apa adanya dan menjelaskan data atau kejadian dengan kalimat-kalimat penjelasan secara kualitatif. Dari hasil penelahan pustaka yang dilakukan Prof. Dr. Sugiono, atas hasil dari mensintesakan pendapatnya Bogdan dan Biklen (1982) serta Erickson dan Susanback (2003), karakteristik penelitian kualitatif yaitu 1) latar alamiah ; 2) manusia sebagai alat (Instrumen) ; 3) analisis data secara induktif ; 4) teori dari dasar (Grounded Theory) ; 5) deskriptif ; 6) lebih mementingkan proses dari pada hasil.
            Data yang telah dikumpulkan adalah pengertian, acara, dan makna tradisi rasulan yang ada di daerah Gunugkidul. Dengan mengamati dan mengawasi dari awal sampai akhir acara tahunan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah kabupaten yang terletak di sebelah selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Akses menuju ke kabupaten ini cukup mudah, karena dapat ditempuh dengan menggunakan roda empat maupun roda dua, baik kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
Rasulan dilaksanakan hampir di setiap dusun maupun desa yang ada di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakata (DIY), Indonesia. Karena lokasi pelaksanaan rasulan kebanyakan dilaksanakan di dusun-dusun atau di desa-desa, maka pengunjung yang membutuhkan akomodasi berupa tempat menginap saat mencari penginapan terdekat di kecamatan atau kota Wonosari. Bagi pengunjung yang tidak dapat membawa kendaraan pribadi, di kota-kota kecamatan atau kabupaten tersedia ojek motor yang siap mengantar wisatawan menuju ke lokasi pelaksanaan raslan.
Tradisi rasulan diselenggarakan per pedukuhan atau dusun dengan waktu pelaksanaan yang berbeda-beda. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pertama kali yaitu setiap dusun melakukan kerja bakti di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka, mengecat pekarangan, serta membersihkan makam para leluhur sebagai penghormatan kepada mereka yang telah berjuang di dukuh atau dusun tersebut.
Setelah membersihkan desa, acara selanjutnya yaitu kirab. Kirab merupakan karnaval atau arak-arakan mengelilingi desa dengan membawa tumpengan atau sajian berupa hasil panen seperti pisang, jagung, padi, ayam panggang, sayur, dan buah-buahan. Dalam kegiatan ini, para peserta mengenakan kostum-kostum dan aksesoris tradisional yang mempresentasikan kehidupan masyarakat Gunungkidul, seperti kelompok petani yang mengenakan caping sambil membawa cangkul, kelompok guru mengenakan seragam guru sambil menenteng buku, siswa-siswi sekolah mengenakan seragam sekolah, dan kelompok seni mengenakan pakaian identitasnya masing-masing. Kirab ini semakin semarak dengan adanya sekelompok pemuda yang mengenakan seragam sepakbola dan seragam tentara sambil membawa meriam-meriam dari bambu dan sebagainya.
 








Gambar 1. Acara kirab mengelilingi dusun.

Setelah upacara persembahan tumpengan atau kirab, Rasulan dilanjutkan dengan melakukan doa bersama di balai dusun untuk ketentraman dan keselamatan seluruh warga. Acara kemudian dilanjutkan dengan kegiatan perebutan tumpengan, ini merupakan suatu tontonan yang menarik yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat dan wisatawan. Setelah acara kirab dan perebutan tumpeng selesai, acara selanjutnya yaitu berbagai pertunjukan seperti reog, jathilan, kethoprak, dan wayang.
Pada hari pelaksanaan rasulan itupun setiap keluarga memasak masakan spesial untuk tamu- tamu mereka. Hal ini mirip dengan tradisi lebaran dimana seseorang datang ke tempat kerabatnya kemudian menikmati hidangan spesial yang disediakan tuan rumah. Hal ini juga berlaku bagi anak – anak yang masih sekolah. Mereka akan mengajak teman-temannya untuk makan di rumah. Tradisi ini menjadi keunikan tersendiri dan kebanyakan dari masyarakat Kabupaten Gunungkidul sangat menunggu moment ini dibandingkan lebaran. Bahkan untuk melaksanakan tradisi Rasulan ini, mereka lebih banyak mengeluarkan biaya dibandingkan saat lebaran.
 







Gambar 2. Makanan yang ada ketika rasulan.

Ritual rasulan yang dilaksanakan tahunan oleh setiap dusun dan/atau desa ini memiliki dua aspek penting yang perlu mendapatkan apresiasi. Aspek pertama adalah rasa syukur warga Gunungkidul atas berbagai nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Mereka mengadakan tasyakuran yang bertujuan untuk menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Tuhan Yang Mahaesa, dan berdoa agar di hari kemudian semakin bertambah nikmat yang diberikan-Nya. Masih dalam kaca mata agama, rasulan menunjukkan sikap kebersamaan. Dengan mengadakan rasulan, warga bergotong royong menyiapkan beragam kebutuhan acara. Mereka tidak mendapatkan gaji dari kerjanya. Namun, selain bekerja dengan keikhlasannya, mereka juga membayar iuran untuk pelaksanaan acara-acara yang ada. Hal tersebut bertujuan agar legitimasi persaudaran antar agama tidak sampai terpecah-belah.
Aspek kedua adalah melestarikan budaya luhur yang ada. Masyarakat Gunungkidul dalam mengadakan rasulan dilengkapi dengan pelestarian budaya daerah yang ada. Selain mengadakan pengajian juga mengadakan olahraga sepak bola, voly, dan lain sebagainya. Terlebih dari itu, dalam rasulan juga diadakan kesenian-kesenian semisal wayang kulit, ketoprak, campur sari dan lain sebagainya. Semua diadakan guna menjernihkan kembali warga setempat dari penatnya memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, seni-seni budaya yang diadakan difungsikan sebagai media pelestari budaya setempat agar tidak punah.
Kedua aspek ini perlu mendapatkan perhatian. Sampai saat ini, sudah sangat jarang sebuah desa / kota mengadakan acara tradisional khusus yang turut menjaga tradisi luhur daerah. Era mutakhir marak anak muda lebih memilih budaya asing dari pada budaya daerah. Padahal jika ditilik secara mendalam, budaya daerah jauh lebih memiliki nilai dibanding dengan budaya - budaya asing yang digemarinya.

SIMPULAN
Sebagai salah satu bentuk kearifan local (local wisdom), ada beberapa nilai positif dari pelaksanaan tradisi rasulan ini.
1)        Rejeki yang di terima merupakan Anugerah dari Yang Maha Kuasa yang patut di syukuri. Ini berkaitan dengan inti dari pelaksanaan rasulan, yaitu sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia yang telah di berikan oleh Sang Pencipta.
2)        Adanya semangat untuk memelihara budaya dan kesenian. Hal ini tercermin dengan adanya acara- acara kesenian seperti kethoprak, reog, jathilan, wayang, dan kegiatan seni lainya dalam setiap pelakasanaan rasulan. Ini merupakan suatu hal yang positif mengingat saat ini kemajuan zaman dan informasi telah dengan cepat mengikis budaya bangsa yang patut kita lestarikan.
3)        Sebagai sarana untuk kembali memupuk semangat kekeluargaan antar warga dan juga semangat nasionalitas. Dengan adanya tradisi ini masyarakat terus menjaga kebersamaan baik untuk kegiatan sebelum rasulan maupun saat pelaksanaan itu sendiri yang tentu saja dapat memupuk kembali semangat kekeluargaan.
Tradisi rasulan  merupakan aset budaya yang harus dipertahankan, karena dengan jiwa kebersamaan dan semangat gotong-royong, maka keharmonisan masyarakat dapat terwujud. Selain sebagai sarana untuk memupuk semangat kekeluargaan, tradisi ini juga menjadi salah satu wadah untuk melestarikan kesenian daerah Gunungkidul.

UCAPAN TERIMA KASIH
            Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Bapak Didik Supriyadi, S.Pd, M.Pd yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, motivasi, menyisikan waktu dan doa untuk kelancaran penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Brahmanto. (2014). Tradisi Rasulan Menjadi Andalan Etnik Tourism Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta [Online], vol 5. Tersedia : http: // lppm3.bsi.ac.id / jurnal / index.php / khasanah_ilmu. Diunduh pada tanggal 03 Des. 15

Kidnesia. (2015). Tradisi Rasulan di Gunungkidul [Online]. Tersedia : http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Teropong-Daerah. Diunduh pada tanggal 03 Des. 2015

Puspita, Hanny. (2011). Tergesernya Budaya Tradisonal Karena Pengaruh Budaya Asing. [Online]. Wordpress. Tersedia : https: // hannypuspita.wordpress.com / education. Diunduh pada tanggal 01 Des. 2015

Indriyatini, Maya. (2013). Tradisi Rasulan di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. [Online]. Kidnesia. Tersedia : http: // www.kompasiana.com / mayaindriyatini. Diunduh pada tanggal 29 Nov. 2015

Jogjatrip. (2015). RasulanGunungkidul. [Online]. Tersedia : http: // jogjatrip. Diunduh pada tanggal 02 Des. 2015


Tidak ada komentar: