Rasulan Di Daerah
Gunungkidul
Tias Fitri Utami
2611414014
Jurusan Bahasa dan
Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Telp. (024) 86458337, Fax. (024) 8508001. http://www.unnes.ac.id
Kata Kunci : tradisi, rasulan, tradisional
ABSTRAK
Rasulan adalah ritual rutin tahunan yang dilakukan oleh
masyarakat Gunungkidul, setelah musim panen tiba sebagai rasa syukur kepada
Tuhan atas segala nikmat yang telah diberikan dan juga sebagai ritual untuk
terhindar dari segala musibah. Tradisi rasulan diawali dengan gotong royong
antar warga untuk membersihkan desa. Setelah itu, akan diadakan kirab. Kirab
adalah karnaval atau arak-arakan mengelilingi desa dengan membawa tumpengan
atau sajian berupa hasil panen seperti pisang, jagung, padi, ayam panggang, dan
sebagainya. Kemudian, para warga melakukan doa bersama di balai dusun
untuk ketentraman dan keselamatan seluruh warga. Acara yang terakhir adalah
perebutan tumpeng, kegiatan ini merupakan suatu tontonan yang menarik yang
ditunggu-tunggu oleh masyarakat dan wisatawan. Dan dengan metode deskriptif
kualitatif, dapat diketahui bahwa tradisi rasulan ini mampu menjadi daya tarik
tersendiri bagi wisatawan. Tradisi ini dijadikan sebagai cara untuk menaikan
pendapatan daerah dari sektor pariwisata oleh pemerintah daerah Gunungkidul.
PENDAHULUAN
Di era
globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan suatu negara bisa dikatakan
sudah mulai mengalami kemajuan. Mempunyai negara yang maju memang harapan semua
masyarakat. Kini hampir semua negara sudah mengalami kemajuan tersebut. Mulai
dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi, bahkan budaya
sekalipun, semua itu disebabkan karena pengaruh dari globalisasi.
Akibat dari
pengaruh globalisasi tersebut banyak dampak positif maupun negatif yang
ditimbulkan. Dampak positif dari pengaruh globalisasi tersebut antara lain
adalah teknologi yang semakin canggih, kemajuan alat transportasi dan
ilmu pengetahuan lebih luas. Tetapi dalam sisi negatifnya, banyak budaya barat
yang juga ikut masuk di negara kita. Akibat pengaruh budaya tersebut, banyak
generasi muda yang lebih memilih budaya barat dari pada budaya tradisionalnya.
Itu terjadi dikarenakan pola pikir mereka yang menganggap jika budaya barat itu
lebih modern dan lebih populer, sehingga kesadaran mereka dalam melestarikan
budaya tradisional menurun.
Itu semua menyebabkan keberadaan budaya tradisional
di negara kita mulai memprihatinkan. Dahulu, budaya tradisional di negara kita
tak terhitung jumlahnya karena begitu banyak ragamnya, mulai dari tarian
tradisional, bahasa tradisional, alat musik tradisional, dan masih banyak
lagi. Tetapi sekarang budaya tradisional di negara kita sangat
sedikit, bahkan hampir tidak ada. Jarang sekali sekarang kita temui ada anak
muda yang mau untuk memperhatikan kebudayaan tradisional negaranya, itu semua
karena anggapan mereka tentang kebudayaan tradisional salah. Sehingga mereka
malu untuk mengakui jika kebudayaan tadisional adalah kebuadayaan mereka.
Namun, masih ada satu budaya
tradisional di daerah Gunungkidul yang sampai sekarang masih bertahan
eksistensinya. Tradisi tersebut adalah rasulan. Banyak warga yang masih
berantusias tinggi untuk menyambut tradisi ini, termasuk para pemuda-pemudi.
Maka, dengan adanya semangat para pemuda-pemudi, tradisi ini akan dapat
dilestarikan dengan baik. Karena, kunci
sukses pelestarian budaya tradisional adalah semangat para pemuda-pemudi dan
dukungan para orang dewasa yang sudah melakukannya.
Rasulan
Rasulan adalah sebuah budaya tradisional dari
daerah Gunungkidul, yang biasa dilakukan setelah masa panen tiba. Kegiatan
tersebut bertujuan untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Mahaesa atas rezeki yang
telah diberikan dan sebagai ritual agar terhindar dari segala musibah. Kata
rasulan sendiri tidak selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang erat
hubungannya dengan peringatan terhadap suatu momen hidup Nabi Muhammad SAW,
seperti maulid Nabi atau Isra’ Mi’raj. Namun, bagi masyarakat Gunungkidul rasulan
merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas
segala nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada semua warga.
Masyarakat Gunungkidul memaknai
rasulan sebagai hari raya ketiga, selain Idu Fitri dan Idul Adha. Jadi, tradisi
ini mirip dengan tradisi lebaran, di mana seseorang datang ke tempat kerabatnya
untuk bersilaturahmi dan menikmati hidangan spesial yang disediakan oleh tuan
rumah. Belum ada catatan resmi mengenai sejak kapan rasulan ini dilaksanakan.
Namun, yang pasti bahwa tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan merupakan
warisan dari nenek moyang masyarakat Gunungkidul. Tradisi yang diselenggarakan
setahun ini biasanya berlangsung beberapa hari dengan diawali kegiatan kerja
bakti membersihkan lingkungan di sekitar dusun seoerti memperbaiki jalan,
membuat atau mengecat pagar pekarangan, dan membersihkan makam. Karena itu,
tradisi rasulan ini juga biasa disebut dengan istilah merti desa atau bersih dusun.
Keistimewaan Rasulan
Banyak nilai positif yang diperoleh
dari pelaksanaan tradisi Rasulan. Khusus bagi masyarakat Gunungkidul, tradisi
ini merupakan salah satu kearifan lokal yang harus dilestarikan. Selain sebagai
sarana untuk memupuk semangat kekeluargaan, tradisi ini juga menjadi salah satu
wadah untuk wisatawan asing. Selain menyajikan tontonan yang menarik, budaya
ini menjadi salah satu sarana untuk mengetahui dan mengenal kesenian dan kebudayaan
masyarakat Gunungkidul. Pada malan puncak acara rasulan, para pengunjung dapat menyaksikan
beragam pertunjukan.
METODE
Model
penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
kualitatif adalah penelitian yang mendeskripsikan data apa adanya dan
menjelaskan data atau kejadian dengan kalimat-kalimat penjelasan secara
kualitatif. Dari hasil penelahan pustaka yang dilakukan Prof. Dr.
Sugiono, atas hasil dari mensintesakan pendapatnya Bogdan dan
Biklen (1982) serta Erickson dan Susanback (2003), karakteristik penelitian
kualitatif yaitu 1) latar alamiah ; 2) manusia sebagai alat (Instrumen) ; 3) analisis data
secara induktif ; 4) teori dari dasar (Grounded Theory) ; 5) deskriptif ;
6) lebih mementingkan proses dari pada hasil.
Data yang telah
dikumpulkan adalah pengertian, acara, dan makna tradisi rasulan yang ada di
daerah Gunugkidul. Dengan mengamati dan mengawasi dari awal sampai akhir acara
tahunan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah
kabupaten yang terletak di sebelah selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Akses menuju ke kabupaten ini cukup mudah, karena dapat ditempuh dengan
menggunakan roda empat maupun roda dua, baik kendaraan umum maupun kendaraan
pribadi.
Rasulan dilaksanakan hampir di setiap dusun maupun desa
yang ada di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakata (DIY), Indonesia.
Karena lokasi pelaksanaan rasulan kebanyakan dilaksanakan di dusun-dusun atau
di desa-desa, maka pengunjung yang membutuhkan akomodasi berupa tempat menginap
saat mencari penginapan terdekat di kecamatan atau kota Wonosari. Bagi
pengunjung yang tidak dapat membawa kendaraan pribadi, di kota-kota kecamatan
atau kabupaten tersedia ojek motor yang siap mengantar wisatawan menuju ke
lokasi pelaksanaan raslan.
Tradisi rasulan diselenggarakan per pedukuhan atau dusun
dengan waktu pelaksanaan yang berbeda-beda. Rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan pertama kali yaitu setiap dusun melakukan kerja bakti di sekitar
lingkungan tempat tinggal mereka, mengecat pekarangan, serta membersihkan makam
para leluhur sebagai penghormatan kepada mereka yang telah berjuang di dukuh
atau dusun tersebut.
Setelah membersihkan desa, acara selanjutnya yaitu kirab.
Kirab merupakan karnaval atau arak-arakan mengelilingi desa dengan membawa
tumpengan atau sajian berupa hasil panen seperti pisang, jagung, padi, ayam
panggang, sayur, dan buah-buahan. Dalam kegiatan ini, para peserta mengenakan
kostum-kostum dan aksesoris tradisional yang mempresentasikan kehidupan
masyarakat Gunungkidul, seperti kelompok petani yang mengenakan caping sambil
membawa cangkul, kelompok guru mengenakan seragam guru sambil menenteng buku,
siswa-siswi sekolah mengenakan seragam sekolah, dan kelompok seni mengenakan
pakaian identitasnya masing-masing. Kirab ini semakin semarak dengan adanya
sekelompok pemuda yang mengenakan seragam sepakbola dan seragam tentara sambil
membawa meriam-meriam dari bambu dan sebagainya.
![]() |
Gambar 1. Acara
kirab mengelilingi dusun.
Setelah upacara persembahan tumpengan atau kirab, Rasulan
dilanjutkan dengan melakukan doa bersama di balai dusun untuk ketentraman dan
keselamatan seluruh warga. Acara kemudian dilanjutkan dengan kegiatan perebutan
tumpengan, ini merupakan suatu tontonan yang menarik yang ditunggu-tunggu oleh
masyarakat dan wisatawan. Setelah acara kirab dan perebutan tumpeng selesai,
acara selanjutnya yaitu berbagai pertunjukan seperti reog, jathilan, kethoprak,
dan wayang.
Pada hari pelaksanaan rasulan itupun setiap
keluarga memasak masakan spesial untuk tamu- tamu mereka. Hal ini mirip dengan
tradisi lebaran dimana seseorang datang ke tempat kerabatnya kemudian menikmati
hidangan spesial yang disediakan tuan rumah. Hal ini juga berlaku bagi
anak – anak yang masih sekolah. Mereka akan mengajak teman-temannya untuk makan
di rumah. Tradisi ini menjadi keunikan tersendiri dan kebanyakan dari
masyarakat Kabupaten Gunungkidul sangat menunggu moment ini dibandingkan
lebaran. Bahkan untuk melaksanakan tradisi Rasulan ini, mereka lebih banyak
mengeluarkan biaya dibandingkan saat lebaran.
![]() |
Gambar 2. Makanan
yang ada ketika rasulan.
Ritual rasulan yang dilaksanakan tahunan oleh setiap
dusun dan/atau desa ini memiliki dua aspek penting yang perlu mendapatkan
apresiasi. Aspek pertama adalah rasa syukur warga Gunungkidul atas berbagai
nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Mereka mengadakan tasyakuran yang
bertujuan untuk menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Tuhan Yang Mahaesa, dan
berdoa agar di hari kemudian semakin bertambah nikmat yang diberikan-Nya. Masih
dalam kaca mata agama, rasulan menunjukkan sikap kebersamaan. Dengan mengadakan
rasulan, warga bergotong royong menyiapkan beragam kebutuhan acara. Mereka
tidak mendapatkan gaji dari kerjanya. Namun, selain bekerja dengan
keikhlasannya, mereka juga membayar iuran untuk pelaksanaan acara-acara yang
ada. Hal tersebut bertujuan agar legitimasi persaudaran antar agama tidak
sampai terpecah-belah.
Aspek kedua adalah melestarikan budaya luhur yang ada.
Masyarakat Gunungkidul dalam mengadakan rasulan dilengkapi dengan pelestarian
budaya daerah yang ada. Selain mengadakan pengajian juga mengadakan olahraga
sepak bola, voly, dan lain sebagainya. Terlebih dari itu, dalam rasulan juga
diadakan kesenian-kesenian semisal wayang kulit, ketoprak, campur sari dan lain
sebagainya. Semua diadakan guna menjernihkan kembali warga setempat dari
penatnya memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, seni-seni budaya
yang diadakan difungsikan sebagai media pelestari budaya setempat agar tidak
punah.
Kedua aspek ini perlu mendapatkan perhatian. Sampai saat
ini, sudah sangat jarang sebuah desa / kota mengadakan acara tradisional khusus
yang turut menjaga tradisi luhur daerah. Era mutakhir marak anak muda lebih
memilih budaya asing dari pada budaya daerah. Padahal jika ditilik secara
mendalam, budaya daerah jauh lebih memiliki nilai dibanding dengan budaya -
budaya asing yang digemarinya.
SIMPULAN
Sebagai salah satu bentuk kearifan
local (local wisdom), ada beberapa nilai positif dari pelaksanaan tradisi
rasulan ini.
1)
Rejeki yang di terima merupakan Anugerah dari Yang Maha Kuasa yang
patut di syukuri. Ini berkaitan dengan inti dari pelaksanaan rasulan, yaitu sebagai ungkapan
rasa syukur atas karunia yang telah di berikan oleh Sang Pencipta.
2)
Adanya semangat untuk memelihara budaya dan kesenian. Hal ini
tercermin dengan adanya acara- acara kesenian seperti kethoprak, reog,
jathilan, wayang, dan kegiatan seni lainya dalam setiap pelakasanaan rasulan.
Ini merupakan suatu hal yang positif mengingat saat ini kemajuan zaman dan
informasi telah dengan cepat mengikis budaya bangsa yang patut kita lestarikan.
3)
Sebagai sarana untuk kembali memupuk semangat kekeluargaan antar
warga dan juga semangat nasionalitas. Dengan adanya tradisi ini masyarakat
terus menjaga kebersamaan baik untuk kegiatan sebelum rasulan maupun saat pelaksanaan
itu sendiri yang tentu saja dapat memupuk kembali semangat kekeluargaan.
Tradisi
rasulan merupakan aset budaya yang harus dipertahankan, karena
dengan jiwa kebersamaan dan semangat gotong-royong, maka keharmonisan
masyarakat dapat terwujud. Selain sebagai sarana untuk memupuk semangat kekeluargaan,
tradisi ini juga menjadi salah satu wadah untuk melestarikan kesenian daerah
Gunungkidul.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan
terima kasih peneliti sampaikan kepada Bapak Didik Supriyadi, S.Pd, M.Pd yang
telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, motivasi, menyisikan waktu dan doa
untuk kelancaran penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Brahmanto. (2014). Tradisi Rasulan
Menjadi Andalan Etnik Tourism Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta [Online], vol 5.
Tersedia : http: // lppm3.bsi.ac.id / jurnal / index.php /
khasanah_ilmu. Diunduh pada tanggal 03 Des. 15
Kidnesia. (2015). Tradisi Rasulan di
Gunungkidul [Online]. Tersedia : http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Teropong-Daerah. Diunduh pada tanggal 03 Des. 2015
Puspita, Hanny. (2011). Tergesernya
Budaya Tradisonal Karena Pengaruh Budaya Asing. [Online]. Wordpress. Tersedia :
https: // hannypuspita.wordpress.com / education. Diunduh pada tanggal 01 Des. 2015
Indriyatini, Maya. (2013). Tradisi
Rasulan di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. [Online]. Kidnesia. Tersedia : http:
// www.kompasiana.com / mayaindriyatini. Diunduh pada tanggal 29 Nov.
2015
Jogjatrip. (2015). RasulanGunungkidul.
[Online]. Tersedia : http: // jogjatrip. Diunduh pada tanggal 02 Des. 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar