Tradisi Bancakan
Masyarakat jawa mempunyai cara
tersendiri untuk memperingati hari kelahiran anak mereka. Berbeda dengan
masyarakat perkotaan yang memperingati hari ulang tahun, di Desa Banyumeneng
upacara peringatan ini dilakukan pada weton
anak. Jikalau pada masyarakat perkotaan cara memperingati hari kelahiran
adalah dengan kue ulang tahun dan nasi kuning, pada tradisi bancakan di desa
Banyumeneng hanya menggunakan nasi putih dan gudangan.
Bancakan
merupakan kata turunan dari kata ancak yang
merupakan tempat untuk menaruh nasi putih dan pecel atau gudangan dengan ikan asin atau krupuk. Masyarakat Desa Banyumeneng
percaya bahwa setiap anak yang dilahirkan pasti mempunyai penjaga yang berwujud
makhluk halus milik para leluhur. Untuk itulah, sebagai wujud terimakasih
kepada para leluhur karena telah menjaga dan merawat anak dilaksanakanlah
tradisi bancakan ini.
Tradisi ini dilaksanakan pada pagi hari sesaat
setelah matahari terbit. Hal ini dilakukan agar suasana damai dirasakan oleh
anak yang di bancaki tadi. Cara makan
dalam tradisi ini juga terbilang unik, yakni para masyarakat memutari makanan
yang berada pada ancak sambil jongkok
kemudian memakannya secara bersama. Hal ini dilakukan sebagai wujud bahwa antar
sesama masyarakat mempuyai derajat yang sama.
Acara inti pada tradisi ini adalah makan bersama.
Setelah itu adalah acara pembuangan ancak
yang didalamnya telah diberi uang receh pada pertigaan atau perempatan
jalan. Acara ini menjadi acara kesukaan anak-anak, karena anak-anak dengan
riang gembiranya saling berebut uang receh yang berhamburan di jalanan.
Secara
lengkapnya, prosesi tradisi bancakan adalah sebagai berikut:
1.
Orang tua anak yang akan di bancaki memasak nasi dan gudangan
Gudangan
ini
terbuat dari sayuran yang telah di iris-iris kemudian di kukus dan ditaburi
sambal kelapa.
2.
Setelah Nasi dan gudangan matang,
kemudian di taruh pada ancak yang
telah di alasi daun pisang.
Di dalam ancak ini, diberi beras,
daun alang-alang yang telah diikat dan uang recehan. Hal ini dimaksudkan agar
anak dapat menjagi orang yang berkecukupan baik dalam makanan, kesehatan dan
keuangan.
3.
Setelah semua siap, ancak tadi dibawa kepada sesepuh (kakek,nenek atau orang yang
dianggap tua) untuk di doakan.
Doa disini di khususkan kepada anak
yang akan di bancaki, dan biasanya
memakai bahasa arab.
4.
Setelah di doakan, ancak akan dibawa keluar rumah, dan selanjutnya pihak tuan rumah
akan mengundang masyarakat sekitar untuk makan bersama.
5.
Kemudian acara inti yaitu makan bersama,
para masyarakat memutari ancak sambil
jongkok dan memakannya secara bersama.
Cara makan disini menggunakan
tangan langsung atau disebut muluk.
6.
Setelah ancak habis, pihak tuan rumah akan membuang sisa ancak tadi di pertigaan atau perempatan
jalan.
Hal ini dimaksudkan
agar sang anak selalu diberikan keselamatan terutama ketika berada di jalanan.
Dalam hal ini, anak-anak kecil sangat antusias untuk berebut uang receh yang
sebelumnya telah ditaruh dalam ancak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar